Peranan
Penambahan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah
1.
Latar
Belakang
Penurunan produksi pertanian akibat dari alih
guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah
seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir,
kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Masalah ini bertambah berat
dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang
dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Salah satu alternatif pilihan yang diharapkan dapat
meningkatkan potensi produksi tanaman dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan
adalah pemanfaatan lahan secara maksimal. Selain karena memang tersedia cukup
luas, sebagian dari lahan kering belum diusahakan secara optimal sehingga
memungkinkan peluang dalam pengembangannya.
Lahan
pertanian yang diusahakan secara intensif akan mengalami penurunan unsur hara yang
tersedia di dalam tanah. Hasil panen berupa batang, daun, umbi, biji, akar yang
diangkut keluar dari lahan membawa serta unsur hara yang terkandung di
dalamnya. Tanpa pengembalian unsur hara yang memadai berupa masukan pupuk atau
pembenah tanah, produktivitas lahan akan cepat merosot yang mengakibatkan
pertumbuhan tanaman untuk periode berikutnya akan lebih buruk. Pelapukan
mineral tanah biasanya cukup menambah unsur hara untuk mengimbangi kehilangan
karena pencucian, tetapi tidak terhadap pengangkutan hasil panen.
Alih guna lahan hutan
menjadi lahan pertanian menyebabkan penurunan cadangan karbon tanah. Hal ini
terutama disebabkan oleh adanya beberapa aktivitas pada lahan pertanian antara
lain melalui pengangkutan panen, pembakaran sisa panen, pengolahan tanah,
pengairan dan penyiangan gulma. Kegiatan tersebut akan mempercepat proses
dekomposisi bahan organik tanah sehingga kandungan bahan organik tanah (BOT)
pada lahan pertanian umumnya menurun dengan cepat sekitar 20 - 50 % dari kondisi
di hutan. Penurunan kandungan bahan organik tanah (BOT) ini menyebabkan
terjadinya degradasi kesuburan tanah.
Oleh karena karena itu
perlu adanya penambahan bahan organik tanah guna meningkatkan kesuburan tanah
yang telah mengalami degradasi lahan. Selain itu pengangkutan hasil panen
secara intensif sebaiknya dikurangi dan pengembalian sisa hasil panen sebaiknya
dikembalikan pada tanah kembali.
2.
Pengelolaan
kesuburan tanah melalui penambahan bahan organik.
a.
Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah.
Bahan organik di samping berpengaruh
terhadap pasokan hara tanah juga tidak kalah pentingnya terhadap sifat fisik,
biologi dan kimia tanah lainnya. Syarat tanah sebagai media tumbuh dibutuhkan
kondisi fisik dan kimia yang baik. Keadaan fisik tanah yang baik apabila dapat
menjamin pertumbuhan akar tanaman dan mampu sebagai tempat aerasi dan lengas
tanah, yang semuanya berkaitan dengan peran bahan organik. Peran bahan organik
yang paling besar terhadap sifat fisik tanah meliputi : struktur, konsistensi,
porositas, daya mengikat air, dan yang tidak kalah penting adalah peningkatan
ketahanan terhadap erosi.
Peran Bahan Organik Terhadap Kesuburan Fisik Tanah
Bahan organik tanah merupakan salah satu
bahan pembentuk agregat tanah, yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar
partikel tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah, sehingga bahan organik
penting dalam pembentukan struktur tanah. Pengaruh pemberian bahan organik terhadap
struktur tanah sangat berkaitan dengan tekstur tanah yang diperlakukan. Pada
tanah lempung yang berat, terjadi perubahan struktur gumpal kasar dan kuat
menjadi struktur yang lebih halus tidak kasar, dengan derajat struktur sedang
hingga kuat, sehingga lebih mudah untuk diolah. Komponen organik seperti asam
humat dan asam fulvat dalam hal ini berperan sebagai sementasi pertikel lempung
dengan membentuk komplek lempung-logam-humus. Pada tanah pasiran bahan organik
dapat diharapkan merubah struktur tanah dari berbutir tunggal menjadi bentuk
gumpal, sehingga meningkatkan derajat struktur dan ukuran agregat atau
meningkatkan kelas struktur dari halus menjadi sedang atau kasar. Bahkan bahan
organik dapat mengubah tanah yang semula tidak berstruktur (pejal) dapat
membentuk struktur yang baik atau remah, dengan derajat struktur yang sedang
hingga kuat.
Mekanisme
pembentukan agregat tanah oleh adanya peran bahan organik ini dapat digolongan
dalam empat bentuk: (1) Penambahan bahan organik dapat meningkatkan populasi
mikroorganisme tanah baik jamur dan actinomycetes. Melalui pengikatan secara
fisik butir-bitir primer oleh miselia jamur dan actinomycetes, maka akan
terbentuk agregat walaupun tanpa adanya fraksi lempung; (2) Pengikatan secara kimia
butir-butir lempung melalui ikatan antara bagian–bagian positif dalam butir lempunf
dengan gugus negatif (karboksil) senyawa organik yang berantai panjang (polimer);
(3) Pengikatan secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan antara
bagianbagian negatif dalam lempung dengan gugusan negatif (karboksil) senyawa
organik
berantai panjang dengan perantaraan basa-basa Ca, Mg, Fe dan
ikatan hidrogen; (4) Pengikatan secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan
antara bagian-bagian negative dalam lempung dengan gugus positif (gugus amina,
amida, dan amino) senyawa organik berantai panjang (polimer).
Pengaruh bahan organik terhadap sifat
fisika tanah yang lain adalah terhadap peningkatan porositas tanah. Porositas
tanah adalah ukuran yang menunjukkan bagian tanah yang tidak terisi bahan padat
tanah yang terisi oleh udara dan air. Pori pori tanah dapat dibedakan menjadi
pori mikro, pori meso dan pori makro. Pori-pori mikro sering dikenal sebagai
pori kapiler, pori meso dikenal sebagai pori drainase lambat, dan pori makro
merupakan pori drainase cepat. Tanah pasir yang banyak mengandung pori makro sulit
menahan air, sedang tanah lempung yang banyak mengandung pori mikro drainasenya
jelek. Pori dalam tanah menentukan kandungan air dan udara dalam tanah serta
menentukan perbandingan tata udara dan tata air yang baik. Penambahan bahan organik
pada tanah kasar (berpasir), akan meningkatkan pori yang berukuran menengah dan
menurunkan pori makro.
Pengaruh bahan organik terhadap
peningkatan porositas tanah di samping berkaitan dengan aerasi tanah, juga
berkaitan dengan status kadar air dalam tanah. Penambahan bahan organik akan
meningkatkan kemampuan menahan air sehingga kemampuan menyediakan air tanah
untuk pertumbuhan tanaman meningkat. Kadar air yang optimal bagi tanaman dan
kehidupan mikroorganisme adalah sekitar kapasitas lapang. Penambahan bahan
organik di tanah pasiran akan meningkatkan kadar air pada kapasitas lapang,
akibat dari meningkatnya pori yang berukuran menengah (meso) dan menurunnya
pori makro, sehingga daya menahan air meningkat, dan berdampak pada peningkatan
ketersediaan air untuk pertumbuhan tanaman. Pada tanah berlempung dengan penambahan bahan organik
akan meningkatkan infiltrasi tanah akibat dari meningkatnya pori meso tanah dan
menurunnya pori mikro.
Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Kimia Tanah
Pengaruh bahan organik terhadap kesuburan kimia tanah antara lain
terhadap kapasitas pertukaran kation, kapasitas pertukaran anion, pH tanah,
daya sangga tanah dan terhadap keharaan tanah. Penambahan bahan organik akan
meningkatkan muatan negative sehingga akan meningkatkan kapasitas pertukaran
kation (KTK). Bahan organik memberikan konstribusi yang nyata terhadap KTK
tanah. Sekitar 20 – 70 % kapasitas pertukaran tanah pada umumnya bersumber pada
koloid humus (contoh: Molisol), sehingga terdapat korelasi antara bahan organik
dengan KTK tanah (Stevenson, 1982). Kapasitas pertukaran kation (KTK)
menunjukkan kemampuan tanah untuk menahan kation-kation dan mempertukarkan
kation-kation tersebut termasuk kation hara tanaman. Kapasitas pertukaran
kation penting untuk kesuburan tanah. Humus dalam tanah sebagai hasil proses
dekomposisi bahan organik merupakan sumber muatan negatif tanah, sehingga humus
dianggap mempunyai susunan koloid seperti lempung, namun humus tidak semantap
koloid lempung, dia bersifat dinamik, mudah dihancurkan dan dibentuk. Sumber
utama muatan negatif humus sebagian besar berasal dari gugus karboksil (- COOH)
dan fenolik (-OH).
Fraksi bahan organik dalam tanah
berpotensi dapat berperan untuk menurunkan kandungan pestisida secara
nonbiologis, yaitu dengan cara mengadsorbsi pestisida dalam tanah. Mekanisme
ikatan pestisida dengan bahan organik tanah dapat melalui: pertukaran ion,
protonisasi, ikatan hidrogen, gaya vander Waal’s dan ikatan koordinasi
dengan ion logam (pertukaran ligan). Tiga faktor yang menentukan adsorbsi
pestisida dengan bahan organik : (1) karakteristik fisika-kimia adsorbenya
(koloid humus), (2) sifat pestisidanya, dan (3) Sifat tanahnya, yang meliputi
kandungan bahan organik, kandungan dan jenis lempungnya, pH, kandungan kation
tertukarnya, lengas, dan temperatur tanahnya.
Pengaruh penambahan bahan organik
terhadap pH tanah dapat meningkatkan atau menurunkan tergantung oleh tingkat
kematangan bahan organik yang kita tambahkan dan jenis tanahnya. Penambahan
bahan organik yang belum masak (misal pupuk hijau) atau bahan organik yang
masih mengalami proses dekomposisi, biasanya akan menyebabkan penurunan pH
tanah, karena selama proses dekomposisi akan melepaskan asam-asam organik yang
menyebabkan menurunnya pH tanah. Namun apabila diberikan pada tanah yang masam
dengan kandungan Al tertukar tinggi, akan menyebabkan peningkatan pH tanah,
karena asam-asam organik hasil dekomposisi akan mengikat Al membentuk senyawa
komplek (khelat), sehingga Al-tidak terhidrolisis lagi. Dilaporkan bahwa penamhan
bahan organik pada tanah masam, antara lain inseptisol, ultisol dan andisol mampu
meningkatkan pH tanah dan mampu menurunkan Al tertukar tanah. Peningkatan pH
tanah juga akan terjadi apabila bahan organik yang kita tambahkan telah
terdekomposisi lanjut (matang), karena bahan organik yang telah termineralisasi
akan melepaskan mineralnya, berupa kation-kation basa.
Peran bahan organik terhadap
ketersediaan hara dalam tanah tidak terlepas dengan proses mineralisasi yang
merupakan tahap akhir dari proses perombakan bahan organik. Dalam proses
mineralisasi akan dilepas mineral-mineral hara tanaman dengan lengkap (N, P, K,
Ca, Mg dan S, serta hara mikro) dalam jumlah tidak tentu dan relatif kecil.
Hara N, P dan S merupakan hara yang relatif lebih banyak untuk dilepas dan
dapat digunakan tanaman. Bahan organik sumber nitrogen (protein) pertama-tama
akan mengalami peruraian menjadi asam-asam amino yang dikenal dengan proses aminisasi,
yang selanjutnya oleh sejumlah besar mikrobia heterotrofik mengurai menjadi
amonium yang dikenal sebagai proses amonifikasi. Amonifikasi ini
dapat berlangsung hampir pada setiap keadaan, sehingga amonium dapat merupakan
bentuk nitrogen anorganik (mineral) yang utama dalam tanah. Amonium ini antara
lain dapat secara langsung diserap dan digunakan tanaman untuk pertumbuhannya,
atau oleh mikroorganisme untuk segera dioksidasi menjadi nitrat yang disebut
dengan proses nitrifikasi. Nitrifikasi adalah proses bertahap
yaitu proses nitritasi yang dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas dengan
menghasilkan nitrit, yang segera diikuti oleh proses oksidasi berikutnya
menjadi nitrat yang dilakukan oleh bakteri Nitrobacter yang disebut dengan
nitratasi. Nitrat merupakan hasil proses mineralisasi yang banyak disukai
atau diserap oleh sebagian besar tanaman budidaya. Namun nitrat ini mudah
tercuci melalui air drainase dan menguap ke atmosfer dalam bentuk gas (pada
drainase buruk dan aerasi terbatas).
Peranan Bahan Organik Terhadap Biologi Tanah
Bahan organik merupakan sumber energi
bagi makro dan mikro-fauna tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah akan
menyebabkan aktivitas dan populasi mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama
yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Beberapa
mikroorganisme yang beperan dalam dekomposisi bahan organik adalah fungi,
bakteri dan aktinomisetes. Di samping mikroorganisme tanah, fauna tanah juga
berperan dalam dekomposi bahan organik antara lain yang tergolong dalam
protozoa, nematoda, Collembola, dan cacing tanah. Fauna tanah ini
berperan dalam proses humifikasi dan mineralisasi atau pelepasan hara, bahkan ikut
bertanggung jawab terhadap pemeliharaan struktur tanah (Tian, G. 1997). Mikro flora
dan fauna tanah ini saling berinteraksi dengan kebutuhannya akan bahan organik,
kerena bahan organik menyediakan energi untuk tumbuh dan bahan organik
memberikan karbon sebagai sumber energi. Pengaruh positif yang lain dari
penambahan bahan organik adalah pengaruhnya pada pertumbuhan tanaman. Terdapat
senyawa yang mempunyai pengaruh terhadap aktivitas biologis yang ditemukan di
dalam tanah adalah senyawa perangsang tumbuh (auxin), dan vitamin (Stevenson,
1982). Senyawa-senyawa ini di dalam tanah berasal dari eksudat tanaman, pupuk
kandang, kompos, sisa tanaman dan juga berasal dari hasil aktivitas mikrobia
dalam tanah. Di samping itu, diindikasikan asam organik dengan berat molekul
rendah, terutama bikarbonat (seperti suksinat, ciannamat, fumarat)
hasil dekomposisi bahan organik, dalam konsentrasi rendah dapat mempunyai sifat
seperti senyawa perangsang tumbuh, sehingga berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan tanaman.
b. Pengelolaan
Bahan Organik Tanah.
Upaya pengelolaan bahan organik tanah
yang tepat perlu menjadi perhatian yang serius, agar tidak terjadi degradasi
bahan organik tanah. Penambahan bahan organik secara kontinyu pada tanah
merupakan cara pengelolaan yang murah dan mudah. Namun demikian, walaupun
pemberian bahan organik pada lahan pertanian telah banyak dilakukan, umumnya
produksi tanaman masih kurang optimal, karena rendahnya unsure hara yang
disediakan dalam waktu pendek, serta rendahnya tingkat sinkronisasi antara waktu
pelepasan unsur hara dari bahan organik dengan kebutuhan tanaman akan unsure hara.
Kualitas bahan organik sangat menentukan kecepatan proses dekomposisi dan mineralisasi
bahan organik. Komponen kualitas bahan organik yang
penting meliputi nisbah C/N, kandungan lignin,
kandungan polifenol, dan kapasitas polifenol mengikat protein. Kandungan hara
N, P dan S sangat menentukan kualitas bahan organik. Nisbah C/N dapat digunakan
untuk memprediksi laju mineralisasi bahan organik. Jika bahan organik mempunyai
kandungan lignin tinggi kecepatan mineralisasi N akan terhambat. Lignin adalah
senyawa polimer pada jaringan tanaman berkayu, yang mengisi rongga antar sel
tanaman, sehingga menyebabkan jaringan tanaman menjadi keras dan sulit untuk
dirombak oleh organisme tanah. Pada jaringan berkayu, kandungan lignin bisa
mencapai 38 %.
Perombakan lignin akan berpengaruh pada kualitas
tanah dalam kaitannya dengan susunan humus tanah. Dalam perombakan lignin, di
samping jamur (fungi-ligninolytic) juga melibatkan kerja enzim (antara lain enzim
lignin peroxidase, manganeses peroxidase, laccases dan ligninolytic).
Polifenol berpengaruh terhadap kecepatan dekomposisi bahan organik, semakin tinggi
kandungan polifenol dalam bahan organik, maka akan semakin lambat terdekomposisi
dan termineralisasi. Polifenol adalah senyawa aromatik hidroksil yang secara
umum dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yakni : polifenol sulit larut dan polifenol
mudah larut. Harborne (1997) mengelompokkan polifenol menjadi dua, yaitu (1)
polifenol dengan berat molekul rendah, dan (2) polifenol dengan berat molekul
tinggi berbentuk tanin, yang tersebar dalam daun. Pada sebagian besar tanaman,
senyawa fenolik yang berada pada permukaan luar bagian atas daun bercampur
dengan lilin . Sifat khas dari polifenol adalah kemampuannya dalam membentuk
kompleks dengan protein, sehingga protein sulit dirombak oleh organisme
perombak. Selain itu, polifenol juga dapat mengikat enzim organisme perombak,
sehingga aktivitas enzim menjadi lemah. Proses dekomposisi atau mineralisasi,
di samping dipengaruhi oleh kualitas bahan organiknya, juga dipengaruhi oleh
frekuensi penambahan bahan organik, ukuran partikel bahan, kekeringan, dan cara
penggunaannya. Sumber bahan organik yang dapat kita gunakan dapat berasal dari
: sisa dan kotoran hewan (pupuk kandang), sisa tanaman, pupuk hijau, sampah
kota, limbah industri, dan kompos.